Politik
Hakim dalam Kasus Hasto Melarang Media Menyiarkan Langsung
Di tengah kekhawatiran tentang etika media, larangan Hakim Rahmanto terhadap siaran langsung dalam persidangan Hasto Kristiyanto menimbulkan pertanyaan tentang transparansi dan keadilan dalam kasus-kasus berprofil tinggi.

Dalam sebuah langkah tegas, Hakim Rios Rahmanto telah melarang siaran langsung dari persidangan yang sangat dipublikasikan yang melibatkan Hasto Kristiyanto, dengan alasan kekhawatiran tentang penyalahgunaan potensial dari liputan real-time. Keputusan ini, diumumkan selama sidang pengadilan pada 17 April 2025, di Pengadilan Korupsi Jakarta, mengangkat pertanyaan penting tentang etika media dan tata krama ruang sidang. Dengan membatasi liputan langsung, hakim bertujuan untuk menjaga integritas proses, yang tidak hanya penting bagi pihak yang terlibat tetapi juga memiliki implikasi politik yang signifikan.
Saat kita mempertimbangkan implikasi dari putusan ini, sangat penting untuk mengakui keseimbangan antara hak publik untuk tahu dan potensi sensasionalisme media. Siaran langsung dapat dengan mudah menyebabkan salah interpretasi peristiwa, karena liputan real-time sering kali tidak memiliki konteks yang dapat disediakan oleh laporan yang lebih dipertimbangkan. Keputusan Hakim Rahmanto mencerminkan pemahaman bahwa tata krama ruang sidang harus dipertahankan, memastikan bahwa suasana tetap kondusif untuk keadilan yang adil dan tidak memihak.
Ketika kita membiarkan media untuk streaming langsung, kita berisiko mengubah proses hukum yang serius menjadi spektakel, yang merusak keseriusan masalah yang sedang dihadapi. Putusan hakim memang mengizinkan perwakilan media untuk merekam proses untuk tujuan pelaporan, tetapi secara ketat melarang streaming langsung. Pendekatan ini memungkinkan media untuk memenuhi perannya dalam menginformasikan publik sambil melindungi dari potensi jebakan siaran langsung.
Dengan mengendalikan dokumentasi dari persidangan, pengadilan bertujuan untuk memastikan bahwa liputan bertanggung jawab dan mencerminkan komitmen terhadap pelaporan etis. Larangan terhadap peserta yang merekam proses lebih lanjut menekankan keinsistenan pengadilan dalam menjaga lingkungan yang terkontrol, di mana gangguan diminimalisir, dan fokus tetap pada masalah hukum yang sedang ditangani.
Dalam pengejaran kita terhadap transparansi dan akuntabilitas, kita juga harus mengakui pentingnya etika media dalam konteks ini. Jurnalisme yang bertanggung jawab memerlukan komitmen terhadap akurasi dan keadilan, terutama saat melaporkan tentang masalah yang menarik minat publik. Keputusan Hakim Rahmanto berfungsi sebagai pengingat bahwa pertimbangan etis harus membimbing praktik media, terutama dalam skenario hukum bertaruh tinggi.